Blog www.monzaemon.com sedang dialihkan ke monzaemon69.blogspot.com untuk sementara :')

lagi ngebahas ini

Kamus mZm [21] : yang Benar Pebalap atau Pembalap ?

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ  
MonZaeMon.com - Sudah beberapa tahun belakangan ini saya perhatikan terutama di harian Kompas, selalu menggunakan kata pebalap bukan pembalap, untuk merujuk ke ‘orang yang mengendarai kendaraan dalam lomba balap/adu cepat”. Juga petembak bukan penembak.
Saya bukan pakar bahasa, untuk itu, mungkin ada teman-teman yang dapat memberikan pencerahan soal ini, dipersilahkan.  Saya sebagai pembaca, merasa bahwa kata pembalap lebih enak diucapkan dan didengar ketimbang pebalap, tanpa dasar ilmiah apapun.

Awalan pe diikuti dengan kata dasar menjadi arti baru yaitu orang yang melakukan kata dasar tersebut, atau profesi (cmiiw).

Misalnya:

pe-lukis menjadi pelukis artinya adalah orang yang melukis (profesinya melukis)
pe-tari menjadi penari artinya adalah orang yang menari (profesinya adalah penari, bukan petari)

Berikut beberapa kata yang serupa, namun menggunakan sisipan ‘m’ sesudah awalan ‘pe’, yang menurut saya enak diucapkan dan didengar, dan sejauh yang saya tahu penulisan seperti itu adalah benar.

pe – baca menjadi pembaca
pe – buru menjadi pemburu
pe – beri menjadi pemberi
pe – bersih menjadi pembersih
pe – bunuh menjadi pembunuh

Bila diikuti dengan akhiran ‘an’ contohnya sbb:

pe – baru – an menjadi pembaruan
pe – biar – an menjadi pembiaran
pe – beku – an menjadi pembekuan
pe – baur – an menjadi pembauran
pe – bukti – an menjadi pembuktian

Jadi menurut saya ada sebuah ‘kebiasaan’, di mana awalan ‘pe’ diikuti kata yang huruf depannya ‘b’, maka akan disisipkan huruf ‘m’di antara keduanya.

Nah, yang mengganjal dalam benak saya, mengapa pe-balap merupakan pengecualian, tidak menjadi ‘pembalap’ melainkan menjadi ‘pebalap’. Apakah karena merujuk pada profesi sehingga ‘m’-nya lenyap ya ? tapi pembunuh bayaran kok bukan pebunuh bayaran ya?

 Mari kita simak contoh kasusnya:

Pada 30 Oktober 2010 lalu, seorang kawan bercerita lewat milis Bahtera. Katanya, harian Kompas hari itu menulis pebalap dalam artikel mengenai keberhasilan Jorge Lorenzo menjuarai MotoGP 2010. Di pagi yang sama, ia juga membaca koran Sindo dan menemukan kata pembalap. Kawan itu lantas bertanya manakah yang sebaiknya digunakan, pebalap atau pembalap?


Kebingungan dalam kasus di atas terjadi dalam proses morfologis, yaitu afiksasi (pemberian imbuhan) dengan prefiks pe- dan per-. Mari kita singgung sedikit tentang prefiks-prefiks ini. Yang dilakukan pe- adalah terutama mengubah verba (kata kerja) menjadi nomina (kata benda)—ada fungsi lain, yaitu mengubah adjektiva (kata sifat) menjadi nomina. Nomina yang dimaksud bisa berwujud pelaku/profesi/pemilik kebiasaan (misalnya, pencuri, penyanyi, petinju, perokok), alat (penggaris, pemukul), ataupun kata benda abstrak (penunjuk). 

Prefiks per- juga demikian. Ia membentuk nomina pelaku, profesi, atau alat dari verba. Dari sini, nampak bahwa pembentukan nomina pelaku dalam bahasa Indonesia dilakukan melakui afiksasi verba. Bedanya, pe- bekerja dengan verba berimbuhan me- sedangkan per- memroses verba berimbuhan ber-. Nomina ajar, misalnya, menjadi verba dengan diimbuhi meng- atau ber- sehingga dikenallah bentuk mengajar dan belajar. Lalu, untuk menyebut profesi atau pelakunya, kita berkata pengajar dan pelajar.

Dalam kasus yang mirip, kita tidak bisa memberi imbuhan pe- atau per- sebelum tinju karena ia nomina. Tinju kudu melewati proses afiksasi menjadi verba bertinju dan meninju. Menurut KBBI, bertinju bermakna (1) “berpukul-pukulan dengan tinju” atau (2) “berkelahi dengan saling meninju” sedangkan meninju lebih menerangkan sebuah perbuatan yang dilakukan satu pihak saja, yaitu “memukul dengan tinju”. Setelah menjadi verba, barulah kita memperoleh bentuk-bentuk pelaku petinju dan peninju.

Pebalap dan pembalap berakar dari kata balap, yang tidak lain sebuah nomina. Seperti sebelumnya, kita perlu menjadikannya verba untuk membentuk nomina pelaku. Ketika Kompas memilih menggunakan kata pebalap, saya berasumsi proses yang terjadi di dapur bahasa penulis adalah per- + V (ber-N). Dengan kata lain, verba berbalap diperlukan di sana. Bahasa merupakan konvensi masyarakat penggunanya. 

Sayangnya, kata berbalap itu belum wajar digunakan. Pusat Bahasa pun tidak mencantumkannya dalam KBBI—di bawah lema balap hanya ada berbalapan, membalap, membalapkan, dan pembalap. Kalaupun kata itu ada, tidak seperti bermotor atau bersawah, berbalap mungkin agak susah dimengerti maknanya (keterangan lebih lanjut tentang fungsi prefiks ber- terdapat pada halaman 44 buku Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia [2007] tulisan Harimurti Kridalaksana).

Di lain pihak, bahasa Indonesia memiliki kata membalap yang telah berterima dan jelas artinya. Kata ini dapat dengan mudah diubah menjadi nomina pelaku, yaitu pembalap. Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa pembalap ialah kata yang lebih tepat daripada pebalap a la Kompas untuk menyebut orang yang turut serta dalam lomba adu cepat

Sebenarnya, masih banyak kasus-kasus lain yang serupa. Contohnya, sekarang jamak ditemui kata petambang, bukan penambang. Tentu ada pertimbangan yang berbeda antara masing-masing penggunanya. Kita mengerti penilaian dalam berbahasa terutama didasarkan pada kelancaran komunikasi; tidak ada benar atau salah di sana. Hanya saja, menurut saya, sepertinya penambang itu lebih tepat.
. .

No comments:

Post a Comment