Blog www.monzaemon.com sedang dialihkan ke monzaemon69.blogspot.com untuk sementara :')

lagi ngebahas ini

cerita istri simpanan ada di buku paket sd . hadehh

 
©MonZaeMon™ 69 - 'Istri simpanan' yang muncul dalam kisah 'Bang Maman dari Kali Pasir' di buku Pendidikan Lingkungan Budaya Jakarta (PLBJ) bukan satu-satunya yang harus jadi perhatian. Sebab dari kelas satu hingga kelas 5 SD, ditampilkan soal perebutan wanita dan sadisme di buku pelajaran.

Bambang Narsono, wali murid siswa kelas 5 SD di salah satu sekolah negeri di kawasan Jakarta Timur, membagi temuannya. Dia mengaku banyak menemukan cerita di buku pelajaran anak SD yang membuat tercengang.

"Saya baca di buku cetakan Widya Utama PLBJ, isinya membuat tercengang, karena membentuk karakter. Waktu anak saya kelas 1 SD ada cerita Si Angkri. Isinya hanya kekerasan, membentuk karakter dengan kalimat 'membunuh'. Anak kelas 1 SD sudah bisa membaca hal tersebut, dan itu tidak dilepaskan dari perebutan wanita," tutur Heru Narsono.

Hal itu disampaikan dia dalam jumpa pers di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jl Kalibata Timur, Jakarta, Jumat (13/4/2012).

Kemudian saat anaknya kelas 2 SD, di buku PLBJ dengan penerbit yang sama terdapat kisah 'Bang Maman dari Kali Pasir'. Memang tidak tercantum istilah istri simpanan. Tutur katanya lebih halus, di mana hanya ditampilkan seorang wanita disuruh mengganggu pernikahan suatu pasangan supaya bercerai.

"Disuruh mengaku hamil. Inti dalam cerita ini, ada perselingkuhan, menghalalkan segala cara, anak kita sudah diajarkan," ucap Heru.

Kemudian di kelas 3 ada bacaan yang mengajarkan sadisme. Di mana ditampilkan cerita Rosim yang seorang pembantu disiksa oleh majikannya.

"Ada kata-kata badan Rosim ditusuk konde oleh Nyonya Van der Klop. Karena Rosim melakukan kesalahan. Van der Klop makin marah, tangannya diikat dengan sobekan kain dengan minyak tanah. Sobekan kain tersebut kemudian dibakar. Detail, itu sadisme dengan detail yang jelas," terang Heru.

Heru juga menemukan cerita di buku pelajaran kelas 5 SD yang bak sinetron kejar tayang. Ini cerita tentang Juragan Boing. Dikisahkan ada kejadian juragan ini punya karyawan yang sedang sakit, kemudian sang juraga melihat ada anak karyawan yang cantik. Tapi juragan ini sudah punya istri dan anak. Nah, anak juraga juga menaruh hati ke anak karyawannya.

"Lalu dia bilang ke istrinya ingin melamar. Kecewalah si anak, dikira melamar untuk dirinya. Ternyata untuk bapaknya. Ini bahkan dibuat sandiwara. Anak-anak diberi tugas untuk melakukan sandiwara ini. Perannya, istri ingin dimadu, suami ingin beristri dua, anak yang kecewa," papar Heru.

"Karena ini Betawi, anak saya bertanya, 'apakah orang Betawi seperti ini?' Saya jawab tidak semua. Ini tidak perlu dicontoh karena ini legenda, cerita rakyat. Anak kita sudah dibentuk karakternya. Kelas 5 ini yang terbaru, perebutan seorang wanita dengan ilmu silat. Lagi-lagi ada hal kekerasan, wanita, kekuasaan," tambahnya.

Heru melanjutkan, di kelas 5, anaknya menggunakan 2 buku paket untuk IPS yaitu Widya Utama dan Dian Rakyat. Anak Heru bertanya saat akan tes unit tentang tahun lahir Pattimura. Ternyata ada dua data, karena di buku terbitan Widya Utama disebut 1785. Sedangkan terbitan Dian Rakyat disebut 1783.

"Lalu tentang keanekaragaman suku Indonesia. Di terbitan Dian, suku bangsa Flores ada di Riau. Cetakan Widya ada di Pulau Fores. Ini contoh kesalahan yang bisa lolos," ucap Heru.

  'Istri Simpanan' yang menyusup di buku kelas 2 SD menjadi perhatian. Pihak-pihak terkait dari Kemendikbud, sekolah, dan pihak lainnya diminta tidak saling melempar tanggung jawab.

"Karena ini muatan lokal dikatakan wewenang Dinas Pendidikan. Lalu dikatakan guru kelas yang harus mengawasi. Dari sekolah menyalahkan penerbit. Penerbit sudah sesuai kurikulum. Ini tidak bisa saling lempar tanggung jawab. Kemendikbud harus berbenah," ucap Direktur Riset dan Pengembangan Program Ikatan Guru Indonesia, Dhitta Puti Sarasvati, dalam perbincangan dengan detikcom, Jumat (13/4/2012).

Dia menyayangkan pemerintah yang terlihat begitu terkejut dengan kemunculan 'istri simpanan' di buku SD. Padahal masalah sejenis itu bukan baru pertama kali ini muncul.

"Ini banyak sekali contohnya. Dan sangat aneh kalau pemerintah terlihat terkejut dan kaya' nggak tahu apa-apa. Di mana pengawasan yang seharusnya dilakukan? Bukankah ada penilik yang seharusnya masuk ke kelas dan mencari tahu bagaimana bahan ajarnya, bukunya sudah bagus belum, gurunya sudah bisa bikin bahan ajar belum. Seharusnya itu dilakukan," papar perempuan yang akrab disapa Puti ini.

Puti kerap menulis kritik soal buku pelajaran melalui tulisan di media massa. Namun dia tidak pernah mendapat tanggapan yang memadai.

Kisah 'Bang Maman' ini terkuak saat Hana (8), siswa SD Angkasa IX, Halim, bertanya pada ibunya, Intan. "Bu, istri simpanan itu apa?" Hal itu membuat Intan terperanjat. Dia terpaksa harus sedikit berbohong untuk menjawab pertanyaan itu. Intan lantas mengalihkan perhatian anaknya.

Kisah tersebut ada di dalam lembar kerja siswa (LKS) tentang Pendidikan Lingkungan Budaya Jakarta. Meski dalam teks kisah ada istilah istri simpanan, namun istilah itu tak muncul dalam soal-soal yang ada.

Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan memanggil CV Media Kreasi terkait tercetaknya tulisan 'istri simpanan'. Sedangkan Dinas Pendidikan DKI akan mendiskusikan hal ini dengan sekolah-sekolah yang ada di Jakarta. CV Media Kreasi selaku penerbit buku akan menarik buku tersebut per 13 April ini. Pun dengan SD Angkasa IX yang telah menggunakan buku itu, akan menarik buku yang sudah sampai ke tangan siswanya.

  Beberapa kalangan mengeluhkan materi pelajaran yang demikian kompleks di buku pelajaran anak SD. Hasil penelitian Universita​s Paramadina di tahun 2008 tentang buku pelajaran di Indonesia menemukan logika anak dan orang dewasa sering kali disamakan.

Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listiarti, mengutip penelitian yang dilakukan Universitas Paramadina. Pada penelitian tahun 2008 itu diambil beberapa sampel buku seperti agama yakni Islam, Kristen dan Katolik. Selain itu buku IPS, IPA dan Penjaskes untuk kelas 1-5 SD juga menjadi sampel.

"Bahan yang berlebihan, dari halaman awal kelas 1 SD langsung disodorkan teks dengan panjang bacaan mencapai 2 halaman. Padahal anak kelas 1 belum memiliki kemampuan baca dan memahami teks. Buku agama Islam juga menuliskan bacaan yang berisi 3 tulisan yakni Arab, Latin dan Indonesia," tutur Retno membacakan hasil penelitian Universitas Paramadina.

Hal itu disampaikan dia dalam jumpa pers di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jl Kalibata Timur, Jakarta, Jumat (13/4/2012).

Dari penelitian juga terungkap bahwa penulis menyamakan logika anak-anak dan logika orang dewasa. Misalnya dalam kisah 'Kue Kejujuran'.

"Jadi ada sekumpulan anak pulang menemukan dompet, lalu mereka bertanya ini dompet siapa ya. Satu anak berkata, coba lihat di dalamnya ada KTP? KTP ada alamatnya, yuk kita antar. Ini kan tidak logis. Anak kelas 1 SD mengerti KTP, mengerti bahwa ada alamat di dalamnya sedangkan membaca saja belum tentu bisa," terang Retno.

Selain itu ilustrasi gambar yang menyajikan cerita urutannya tidak logis, terkait dengan keseharian anak. Contohnya di buku Bina Bahasa Indonesia, terdapat ilustrasi kegiatan bangun tidur anak yang langsung pakai seragam sekolah. Padahal seharusnya didahului aktivitas mandi.
"Selain itu, ada gambar satu keluarga punya 3 anak. Anak yang paling kecil digendong ibu. Bapak-ibu bertengkar, dan kedua anak sisanya juga bertengkar berebut mainan. Ada pertanyaan, ini keluarga harmonis, tak harmonis atau keluarga berantakan. Anak saya menanyakan hal ini, karena dia tidak tahu harmonis. Menurut dia jawaban C nggak mungkin, karena yang berantakan cuma mainan," papar Retno.

Selain itu buku pelajaran anak juga menggunakan sisi intelektual yang terlalu tinggi. Temuan lainnya, penulis membayangkan kemampuan cara berpikir anak yang dianggap punya kemampuan berpikir orang dewasa.

"Tidak memberi porsi bagi muatan lokal sebagaimana tuntutan kurikulum. Penulis tidak mengaitkan materi bacaan dengan kondisi lokal, misal anak di daerah pesisir harusnya diberi pengetahuan tentang laut," lanjut Retno.

Selain itu, bahasa penuturannya salah. Misalnya dalam buku IPS, pengertian kasih sayang adalah melayani. Lalu kakak dianggap memberi kasih sayang karena suka memberikan hadiah kepada keluarganya.

"Tidak ada rujukan, bahkan cenderung mengarang materi. Beberapa buku tak punya daftar pustaka. Juga mendorong metode ceramah bagi guru, karena bahasan terlalu banyak dan rumit, siswa malas membaca. Anak jadi pasif, rewel, bandel dan tidak kreatif," ucap Retno.

Direktur Institute for Education Reform (IER) Universitas Paramadina, Utomo Dananjaya, ketika berbincang dengan detikcom, Kamis (12/4) menyebut berdasarkan riset 5 tahun lalu terhadap buku-buku ajar, hasilnya, kebanyakan buku ajar itu kurang bermutu.

"Ada buku tentang olahraga, pendidikan jasmani yang intinya menganjurkan bahwa anak-anak perempuan SD jangan dekat-dekat dengan laki-laki nanti bisa hamil. Itu kan tidak cocok untuk anak. Ada juga buku SD kelas 1, bacaan teks 3 halaman, yang mengarang profesor. Lah anak kelas 1 SD kan baru belajar membaca. Harusnya ya beberapa kalimat saja, seperti 'aku dan lingkunganku', 'aku dan sekolahku'," jelas Utomo.

Lolosnya buku-buku ajar semacam ini, menurut Utomo, akibat kurangnya perhatian pada pendidikan di Indonesia. "Kurang perhatian pada pendidikan kita, pada teknis pendidikan serba kurang, kurang sarananya, kurang jumlah gurunya, kurang pendidikan gurunya. Kurikulum sudah berubah, namun belum sampai pada pendidikan guru," jelas Utomo.

No comments:

Post a Comment