بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
monzaemon.com - 'Frankenweenie' merupakan sebuah film animasi stop-motion hitam-putih. Orang gila mana yang bisa berpikiran seperti itu? Tim Burton tentu saja. Dan, ini merupakan sebuah remake dari film pendek animasi stop-motion berjudul sama pada 1984 yang menyebabkan Tim Burton dipecat dari Disney kala itu. Disney menuduh Tim Burton menyia-nyiakan sumber daya studio dan menilai film itu "terlalu menyeramkan". Namun, 18 tahun kemudian Tim Burton membuktikan bahwa untuk generasi yang berbeda, "terlalu menyeramkan" menjadi hal yang menyenangkan.
Di sebuah daerah suburban di Amerika yang tenang dan damai bernama New Holland, tinggallah seorang filmmaker dan ilmuwan cilik bernama Victor Frankenstein (disuarakan oleh Charlie Tahan). Victor, seperti halnya pahlawan di film-film Tim Burton lainnya, hanya memiliki satu teman dekat yang setia yaitu anjingnya, Sparky (disuarakan oleh Frank Walker).
Suatu hari ketika Victor bermain baseball --dalam sebuah upaya sang ayah, Edward Frankenstein (disuarakan oleh Martin Short) agar anaknya tak hanya bermain di laboratorium di loteng rumahnya-- sebuah kecelakaan terjadi. Sparky tertabrak mobil dan akhirnya mati.
Bagi seorang anak kecil yang separuh hidupnya adalah bermain dengan anjing kesayangannya, peristiwa itu adalah cobaan hidup yang berat. Orang tua Victor pun mencoba menenangkan, dan memberi wejangan agar anaknya mengikhlaskan anjingnya yang telah tiada. Victor menangis di tengah rintik hujan malam itu.
Keesokan harinya di kelas ilmiah, Victor mendapatkan ide brilian dari gurunya, Mr. Rzykurski (disuarakan oleh Martin Landau) melalui eksperimennya dengan katak mati. Malam harinya Victor pun membawa sekop dan berjingkat ke kuburan hewan. Setelah menggali kuburan Sparky, Victor pun melakukan eksperimennya dan berhasil menghidupkan Sparky! Setelah itu, tinggal menunggu waktu sebelum sesuatu yang buruk terjadi….
Di daftar film box office, 'Frankenweenie' kalah jauh dibanding film-film Tim Burton yang lain. Bahkan dibandingkan dengan 'Dark Shadows' yang membosankan itu (kecuali penampilan Eva Green). Padahal, walaupun judulnya aneh dan konyol, 'Frankenweenie' merupakan film terbaik Tim Burton sejak 'Ed Wood' atau mungkin 'Edward Scissorhands'.
Pilihan pada film hitam-putih mungkin merupakan salah satu faktor utamanya. Umumnya ketika menonton film animasi orang menginginkan sebuah film yang kaya warna. 'Frankenweenie' yang dipersembahkan dalam hitam-putih sebenarnya merupakan ungkapan "hormat" Tim Burton kepada film 'Frankenstein' (1931). Dan, dalam kehitamputihan itulah 'Frankenweenie' terlihat outstanding dan berbeda. Filmnya pun terlihat semakin mencekam bahkan dalam bentuk animasi stop-motion sekalipun. Lebih mencekam dibandingkan film animasi serupa yang juga keren, 'Coraline' (2009).
Seperti halnya 'Corpse Bride' (2005), 'Frankenweenie' dipenuhi dengan karakter-katakter bertubuh superkurus dan bermata belo. Menyeramkan memang, tapi Burton menebusnya dengan karakterisasi yang kuat dan pengisi suara yang jagoan. Martin Short dan Catherine O’Hara patut mendapatkan kredit tersendiri atas kerja mereka mengisi suara berbagai macam karakter. Tapi, Martin Landau-lah yang paling mencuri perhatian sebagai Mr. Rzykruski.
Tampilannya memang menyeramkan dan agak mirip dengan Vincent Price. Aksennya kental dengan unsur Eropa Timur. Namun, Mr. Rzykruski sebagai guru ilmiah memberikan wejangan-wejangan yang tidak basi dan teknik yang tidak biasa. Perhatikan ketika ia menyeran balik kumpulan orang tua murid dan warga kota yang menuduhnya "mengkorupsi" pikiran anak-anak mereka. Hanya Tim Burton dan Martin Landau yang bisa mempersembahkan adegan itu dengan sempurna.
Film ini juga menggetarkan Anda dengan final act yang spektakuler. Monster kura-kura dan monster sea-monkey adalah sedikit dari berbagai kejutan yang dipersembahkan Tim Burton untuk Anda. Kalau Anda khawatir bahwa anak-anak zaman sekarang akan menganggap film ini terlalu menyeramkan, Anda perlu pikirkan lagi. 'Frankenweenie' adalah persembahan animasi terbaik tahun ini, dan karya terbaik Tim Burton sejak 1994.
Candra Aditya penulis, pecinta film. Kini tengah menyelesaikan studinya di Jurusan Film, Binus International, Jakarta.
(mmu/mmu)
No comments:
Post a Comment